Bentuk Budaya Asimilasi dan Akulturasi di Indonesia

 Bentuk Budaya Asimilasi dan Akulturasi di Indonesia

Indonesia memiliki keberagaman budaya yang melimpah. Kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya yaitu faktor lokasi. Lokasi Indonesia yang strategis ditambah dengan banyaknya kepulauan. 

Banyaknya kepulauan di Indonesia menciptakan kebudayaan-kebudayaan yang orisinal/lokal. Lokasi strategis memicu interaksi sosial antara masyarakat lokal dengan masyarakat luar. Kedua kelompok yang melakukan interaksi sosial, akan meleburkan kebudayaan-kebudayaan mereka. Kemungkinan yang dapat terjadi akibat interaksi sosial antara masyarakat lokal dan masyarakat luar, yaitu tercipta kebudayaan baru dengan menghilangkan ciri khas atau tercipta kebudayaan baru tanpa menghilangkan ciri khas.

(Baca juga : Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial di Lingkungan Sekitar

Terciptanya kebudayaan-kebudayaan baru ini dapat disebut dengan asimilasi dan akulturasi. Asimilasi dan akulturasi merupakan interaksi sosial yang sifatnya asosiatif. Interaksi sosial ini dapat terjadi di semua wilayah dengan kebudayaan-kebudayaan di dalamnya, termasuk Indonesia. Banyak kebudayaan-kebudayaan Indonesia yang dihasilkan melalui proses asimilasi dan akulutrasi.

Bentuk Budaya Asimilasi di Indonesia

Asimilasi merupakan bentuk interaksi sosial, interaksi sosial pada asimilasi ditandai dengan usaha-usaha untuk mengurangi perbedaan baik antarindividu maupun antarkelompok untuk mencapai kesepakatan berdasarkan kepentingan dan tujuan bersama. 

Faktor yang mempengaruhi terjadinya bentuk interkasi sosial asimilasi, yaitu toleransi, kesempatan yang sama, sikap menghargai budaya asing, sikap terbuka, dan persamaan unsur-unsur kebudayaan.

Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial di Lingkungan Sekitar
Konsep bentuk interaksi sosial akulturasi. Sumber: Pratiwi, Hadi Purwanti
 

Contohnya Masjid tempat ibadah umat Islam yang menggunakan corak dan asitektur bangunan khas Tionghoa dalam agama Buddha, sehingga menghasilkan karya asimilasi yang unik dan bisa diterima oleh masyarakat. Berikut ini beberapa contoh asimilasi budaya di Indonesia

  • Tanjidor merupakan bentuk asimilasi antara budaya Portugis dan Betawi. Tanjidor sebuah kesenian kelompok pemain musik yang bermain bersama pada seperangkat alat musik Betawi
  • Genre musik dangdut merupakan bentuk asimilasi antara budaya lokal Melayu, Arab, dan India.
  • Baju koko merupakan bentuk asimilasi antara budaya China dan Islam. Adanya percampuran budaya pakaian tradisional yang dikenal dengan Tui-Khim dari masyarakat Tionghoa secara turun temurun dengan budaya pakaian masyarakat Betawi mengenal yang disebut baju Tikim, yaitu pakaian bukaan di tengah dengan lima kancing. Oleh masyarakat Betawi, baju koko biasanya dipadukan dengan celana batik.
  • Sekaten merupakan bentuk asimilasi antara budaya Jawa dan Islam.
  • Tari Lenong merupakan bentuk asimilasi antara budaya Betawi dan China
  • Opor ayam merupakan bentuk asimilasi antara budaya Nusantara dan India. Opor ayam konon diperkenalkan dari Kerajaan Mughal di India. Hidangan tersebut bernama “qorma” yang diambil dari bahasa Urdu, artinya teknik memasak daging dengan menggunakan yoghurt dan/atau susu. Susu yang dimaksud adalah coconut milk/ santan.
  • Lumpia semarang merupakan bentuk asimilasi budaya China dan Lokal (semarang). Lumpia merupakan martabak rebung dan daging babi dan budaya lokal, yaitu risol dengan daging ayam, udang, serta rasanya manis.

Bentuk Budaya Akulturasi di Indonesia

Akulturasi merupakan bentuk interaksi sosial yang diartikan sebagai proses sosial antara 2 kelompok masyarakat dengan kebudayaan tertentu. Dimana masyarakat dengan kebudayan orisinil dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa. Sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan cirikhas kebudayaan masyarakat yang orisinil itu sendiri.

Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial di Lingkungan Sekitar
Konsep bentuk interaksi sosial akulturasi. Sumber: Pratiwi, Hadi Purwanti

Contohnya Masjid tempat ibadah umat Islam yang menggunakan corak dan asitektur bangunan khas Tionghoa dalam agama Buddha, sehingga menghasilkan karya akulturasi yang unik dan bisa diterima oleh masyarakat. Berikut ini beberapa contoh budaya hasil akulturasi di Indonesia.

  • Masjid Kudus merupakan bentuk akulturasi antara budaya Islam dan Hindu. Masjid Kudus memiliki bangunan yang berdampingan dengan menara tempat ibadah masyarakat agama Hindu pada masa Hindu-Buddha.
  • Masjid Demak merupakan bentuk akulturasi antara budaya Islam dan Hindu. Masjid Demak pada masa kerajaan majapahit memiliki cirikhas seni bangunan yang unik. Di dalamnya terdapat ornamen-ornamen
  • Masjid Chengho merupakan bentuk akulturasi antara budaya Buddha (Tionghoa) dan Islam. Masjid Chengho di Palembang memiliki ciri khas bangunan seperti kuil, namun bangunan tersebut digunakan sebagai tempat sembahyang masyarakat muslim. Hal ini dikarenakan pada masa lampau wilayah Palembang merupakan tempat transit para pedagang dari Arab, India, dan China. Jadi, kebudayaan-kebudayaan dari beberapa suku bangsa tersebut menyatu.
  • Masjid Jami Bua merupakan bentuk akulturasi antara budaya Minangkabau, Sumatera Barat dengan suku Bugis Sulawesi Selatan. Karena masuknya agama Islam di Sulawesi Selatan, khususnya di Kabupaten Luwu, disebarkan oleh seorang khatib asal Minang. Khatib tersebut bernama Datok Sulaiman, pada abad ke-15 Masehi. Karena masuknya agama Islam di Sulawesi Selatan, khususnya di Kabupaten Luwu, dibawa oleh seorang khatib asal Minang, yakni Datok Sulaiman, pada abad ke-15 Masehi.
  • Gereja Blenduk akulturasi antara budaya Eropa dan Jawa. Gereja Blenduk pertama kali dibangun oleh bangsa Portugis. Awalnya berupa rumah panggung khas arsitektur Jawa.
  • Candi Borobudur merupakan bentuk akulturasi antara budaya lokal pada masa prasejarah dengan budaya/pengaruh India.Secara garis besar  struktur berundak (unsur prasejarah/lokal) tempat meletakan stupa pusat dan stupa-stupa lainnya (unsur Buddha).
  • Soto makanan khas Indonesia seperti sop yang terbuat dari kaldu daging dan sayuran. Beberapa wilayah di Indonesia memadukan soto dengan kaldu daging yang berbeda-beda, meskipun pada dasarnya sama. Seperti, soto kudus dengan daging kerbau, soto lamongan dengan kaldu khusus, atau soto sukaraja dengan bumbu kacang.
  • Selad Jawa merupakan bentuk akulturasi antara budaya steak Jawa perpaduan budaya Eropa. Masyarakat jawa mengadopsi makanan salad dari Eropa. Perbedaanya salad Eropa tidak terdapat daging dan kuah didalamnya. Sedangkan Selad jawa terdapat daging dan kuah yang manis.
  • Nasi goreng merupakan bentuk akulturasi antara budaya China dan Indonesia. Nasi goreng dikenal berasal dari Yangzhou China. Nasi goreng merupakan hidangan yang menggabungkan nasi, bawang, kecap, kadang-kadang telur, dan hampir semua bahan lainnya (termasuk bahan sisa atau segar). Makanan ini telah ada sejak 4000 SM. Namun secara pasti, nasi goreng tercatat di era Dinasti Sui (589-618 M), di kota Yangzhou). Kemungkinan besar olahan nasi goreng di Indonesia dibawa oleh para pedagang dari China pada masa Hindu-Budha.
    Di Indonesia olahan nasi goreng makin beragam dengan tambahan varian racikan sesuai dengan daerah yang disinggahi kaum perantau Tionghoa. Akulturasi nasi goreng di nusantara melahirkan beraneka menu nasi goreng. Seperti Nasi goreng Kambing dari Betawi, nasi goreng babat dari Semarang, nasi goreng petai dan kencur dari daerah Sunda, hingga nasi goreng cakalang asli Minahasa.
  • Bakso merupakan bentuk akulturasi antara budaya China dan Indonesia. Bakso ini berasal dari Fuzhou. Bakso tercipta untuk memudahkan orang mengonsumsi daging. Kemudian daging diolah menjadi lebih lembut dan muncullah bakso. Akulturasi baksi di Indonesia melahirkan beraneka ragam varian bakso, seperti bakso urat, bakso ikan, bakso ayam, hingga bakso telur.
  • Bakpia merupakan bentuk akulturasi antara budaya China dan Indonesia. Bakpia berasal dari dialek Hokkian dengan nama asli Tou Luk Pia, artinya kue atau roti yang berisikan daging dan minyak dari babi. Di Indonesia bakpia dimodifikasi tidak lagi menggunakan minyak babi, namun diganti dengan dengan isian kacang hijau, coklat, atau keju.
  • Sate merupakan bentuk akulturasi antara budaya timur tengah dan Indonesia. Sate merupakan olahan daging yang ditusuk kemudian dibakar. Sate diperkenalkan oleh para pedagang dari Gujarat, Arab, dan pedagang muslim yang datang ke Indonesia pada awal abad 19. Namun beberapa sumber meyatakan bahwa sate merupakan budaya asli pada masyarakat Nusantara pada masa pra aksara. Hal ini dikarenakan kebudayaan sate dari timur tengah tidak sama dengan sate dari kebudayaan Nusantara. Perbedaannya terletak pada jumlah daging yang ditusukan.
  • Ritual Tahlilan atau orang Jawa biasa menyebut “Tahlilan” merupakan bentuk akulturasi antara budaya Hindu dan Budha dan Islam. Tahlilan dilakukan untuk memperingati hari kematian seseorang. Setelah Islam masuk dan berkembang di Nusantara khususnya di tanah Jawa, tahlilan akhirnya diakulturasikan ke dalam ajaran Islam oleh para Wali songo.
  • Tradisi mitoni/ tingkeban merupakan bentuk akulturasi antara budaya Islam dengan budaya lokal.
  • Ruwatan merupakan bentuk akulturasi antara budaya lokal, Hindu-Buddha dan Islam.  Kata ruwat sudah ada sejak jaman Hindu-Buddha berdasarkan kata sesepuh Desa atau lebih tepatnya ada dalam Kitab Ramayana pada Zaman Mataram.
    Ruwatan merupakan budaya yang telah ada pada sisi kehidupan masyarakat jawa. Ruwat menjadi adat karena ruwatan dianggap sakral. Kata ruwat dalam bahasa jawa diartikan sebagai “lepas” secara harfiah melepaskan roh jahat atau membebaskan, melepaskan dan menyelamatkan.
  • Rebana, sholawat, dan marawis merupakan bentuk akulturasi antara budaya kesenian Timur Tengah dan Betawi. Budaya ini sangat kental dengan warna keagamaan. Hal ini tecermin dari berbagai lirik lagu yang dibawakan, seperti ungkapan shalawat sebagai bentuk kecintaan kepada Nabi dalam Islam, serta pujian dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  • Musik Hip Hop Jawa/Ambon merupakan bentuk akulturasi antara budaya Amerika dan Indonesia. Musik hip hop dikembangkan oleh masyarakat Afro-Amerika dan Latin-Amerika. Di Indonesia musik hip hop di padukan dengan bahasa daerah, seperti jawa dan ambon.
  • Perahu Padewakang merupakan bentuk akulturasi antara budaya dan pembauran pelaut Makassar dengan suku Aborigin antara 1600 dan 1700-an.
  • Maudu Lompoa merupakan akulturasi atnara budaya Islam dan lokal (sulawesi). Maudu Lompoa merupakan perayaan  masyarakat Sulawesi Selatan. Perayaan yang menggunakan kapal yang di hias secara menarik. Hal ini menggambarkani kapal dengan awak dan muatannya saat menyebarkan agama Islam. Kapal-kapal pinisi menggunakan layar yang menjuntai tinggi dengan kain warna-warni, sehingga mempercantik kapal yang sebelumnya terkesan tradisional. 
  • Tata rias pengantin adat mandar akulturasi budaya jawa dan budaya mandar.
  • Perpaduan Kebaya dan Jilbab merupakan bentuk akulturasi antara budaya lokal (Nusantara) dengan budaya Islam (timur tengah). Pakaian jilbab merupakan identitas seorang muslim. Masyarakat Indonesia khususnya wilayah Jawa terbiasa menggunakan kebaya untuk menghadiri acara-acara tertentu. Oleh karena itu masyarakat memadukan kebudayaan kebaya dengan jilbab, agar tidak mengesampingkan budaya lokal dan agama.
  • Wayang merupakan bentuk akulturasi antara budaya lokal dengan India pada masa Hindu-Budha. Wayang diperkirakan telah ada sejak 1500 SM. Wayang pada awalnya berfungsi sebagai medium untuk mendatangkan arwah leluhur atau sering disebut hyang atau dahyang. Ketika agama Hindu dari India masuk ke nusantara, wayang berkembang mengambil cerita dari kitab Mahabharata dan Ramayana. Sedangkan pada masa perkembangan budaya Islam Nusantara, di wayang digunakan sebagai sarana dakwah untuk menyebarkan ajaran agama Islam.
close