Sistem Sumbu Mineral

Mineral adalah senyawa alami yang terbentuk melalui proses geologis. Istilah mineral  tidak hanya sebatas bahan komposisi kimia tetapi juga struktur mineral. Mineral termasuk dalam komposisi unsur murni dan garam, dari yang sederhana sampai silikat yang sangat kompleks dengan ribuan bentuk yang diketahui (senyawaan organik biasanya tidak termasuk). 

Ilmu yang mempelajari mineral disebut mineralogi. Klasifikasi dan definisi mineral Agar dapat diklasifikasikan sebagai mineral sejati, senyawa tersebut haruslah berupa padatan dan memiliki struktur Kristal,  pada tahun 1995 the International Mineralogical Association telah mengajukan definisi baru tentang definisi material: Mineral adalah suatu unsur atau senyawa yang dalam keadaan normalnya memilili unsur kristal dan terbentuk dari hasil proses geologi.

Identifikasi Mineral

Identifikasi mineral merupakan suatu kegiatan membuat deskripsi suatu mineral tertentu. Setelah identifikasi dilakukan, maka kita dapat dengan jelas memberi nama mineral tersebut. Mineral dapat diidentifikasi berdasarkan sifat fisisnya secara khusus, antara lain :

  1.  Kilap
  2.  Warna
  3.  Kekerasan
  4.  Cerat
  5.  Belahan
  6.  Pecahan
  7.  Bentuk (Form)

Kristalografi Sistem Kristal

1. Sistem Isometrik

Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem kristal  kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya.

2. Sistem Tetragonal

Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang.

3. Sistem Hexagonal

Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).

4. Sistem Trigonal

Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.

5. Sistem Orthorhombik

Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang berbeda.

6. Sistem Monoklin

Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu b paling pendek.

7. Sistem Triklin


Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.

Sistem Kristal Mineral

Kristal adalah suatu padatan yang atom, molekul, atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi. Kristal memiliki unsur-unsur untuk identifikasi, yang disebut dengan unsur-unsur simetri kristal

Kristal dapat diklasifikasikan menjadi tujuh kelompok besar, yang disebut system kristal. Ke-7 kelompok sistem kristal itu,  yaitu sistem isometrik, sistem hexagonal, sistem trigonal, sistem tetragonal, sistem orthorombik, sistem monoklin, dan sistem triklin

Dari beberapa sistem kristal dapat dibagi lebih lanjut menjadi kelas-kelas kristal yang jumlahnya 32 klas. Tetapi untuk sementara kita hanya mempelajari 7 sistem kristal yang utama. Penentuan klasifikasi kristal tergantung dari banyaknya unsur-unsur simetri yang terkandung di dalamnya. Unsur-unsur simetri tersebut meliputi, bidang simetri, sumbu simetri, dan pusat simetri

1. Bidang Simetri

Bidang simetri pada kristal adalah bidang yang dapat membelah kristal menjadi 2 bagian yang sama, dimana bagian yang satu merupakan bayangan dari yang lain. Bidang simetri ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bidang simetri aksial dan bidang simetri menengah.

2. Sumbu Simetri

Sumbu simetri pada kristal adalah garis bayangan yang dibuat melewati/menembus pusat kristal, dan bila kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu putaran penuh akan didapatkan beberapa kali kenampakan yang sama. Sumbu simetri

3. Pusat Simetri

Suatu kristal dikatakan mempunyai pusat simetri bila kita dapat membuat garis bayangan pada tiap-tiap titik permukaan kristal dan menembus pusat kristal sehingga akan menjumpai titik yang lain pada permukaan di sisi yang lain dengan jarak yang sama terhadap pusat kristal pada garis bayangan tersebut. Dengan kata lain kristal yang mempunyai pusat simetri, yaitu kristral yang setiap bidang muka kristal mempunyai pasangan dengan kriteria bidang yang berpasangan tersebut berjarak sama dari pusat kristal, dan bidang yang satu merupakan hasil inversi melalui pusat kristal dari bidang pasangannya.

Kristalografi Sistem Kristal

Kristalografi sistem kristal dapat dibedakan menjadi 7, yaitu sistem isometrik, sistem tetragonal, sistem hexagonal, sistem trigonal, sistem orthorhombik, sistem monoklin, dan sistem triklin

1. Sistem Isometrik

Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem kristal  kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi Ī± = Ī² = Ī³ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( Ī± , Ī² dan Ī³ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).


Sistem Sumbu Mineral
Gambar 1 Sistem Isometrik

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bĖ‰ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bĖ‰.

Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas, yaitu 
  • Tetaoidal
  • Gyroida
  • Diploida
  • Hextetrahedral
  • Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite, galena, halite, Fluorite (Pellant, chris: 1992)

2. Sistem Tetragonal

Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang.

Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi Ī± = Ī² = Ī³ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( Ī± , Ī² dan Ī³ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).


Sistem Sumbu Mineral
Gambar 2 Sistem Tetragonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bĖ‰ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bĖ‰.

Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:
  • Piramid
  • Bipiramid
  • Bisfenoid
  • Trapezohedral
  • Ditetragonal Piramid
  • Skalenohedral
  • Ditetragonal Bipiramid
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil, autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)

3. Sistem Hexagonal

Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi Ī± = Ī² = 90˚ ; Ī³ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut Ī± dan Ī² saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu Ī³.

Sistem Sumbu Mineral
Gambar 3 Sistem Hexagonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bĖ‰ = 20˚ ; dĖ‰^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bĖ‰ dan sumbu dĖ‰ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.

Sistem  ini dibagi menjadi 7:
  • Hexagonal Piramid
  • Hexagonal Bipramid
  • Dihexagonal Piramid
  • Dihexagonal Bipiramid
  • Trigonal Bipiramid
  • Ditrigonal Bipiramid
  • Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz, corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977)

4. Sistem Trigonal

Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.

Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi Ī± = Ī² = 90˚ ; Ī³ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut Ī± dan Ī² saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu Ī³.

Sistem Sumbu Mineral
Gambar 4 Sistem Trigonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bĖ‰ = 20˚ ; dĖ‰^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bĖ‰ dan sumbu dĖ‰ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.

Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:
  • Trigonal piramid
  • Trigonal Trapezohedral
  • Ditrigonal Piramid
  • Ditrigonal Skalenohedral
  • Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah  tourmaline dan cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977)

5. Sistem Orthorhombik

Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang berbeda.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi Ī± = Ī² = Ī³ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus (90˚).

Sistem Sumbu Mineral
Gambar 5 Sistem Orthorhombik

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bĖ‰ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bĖ‰.

Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:
  • Bisfenoid
  • Piramid
  • Bipiramid
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite, chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris. 1992)

6. Sistem Monoklin

Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu b paling pendek.

Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi Ī± = Ī² = 90˚ ≠ Ī³. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut Ī± dan Ī² saling tegak lurus (90˚), sedangkan Ī³ tidak tegak lurus (miring).

Sistem Sumbu Mineral

Gambar 6 Sistem Monoklin

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bĖ‰ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bĖ‰.

Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
  • Sfenoid
  • Doma
  • Prisma
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite,  malachite, colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, chris. 1992)

7. Sistem Triklin

Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi Ī± = Ī² ≠ Ī³ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, sudut Ī±, Ī² dan Ī³ tidak saling tegak lurus satu dengan yang lainnya.

Sistem Sumbu Mineral

Gambar 7 Sistem Triklin

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bĖ‰ = 45˚ ; bĖ‰^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bĖ‰ dan bĖ‰ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.

Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:
  • Pedial
  • Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite, labradorite, kaolinite, microcline dan anortoclase (Pellant, chris. 1992)
close